Dampak COVID-19 terhadap Industri Pertambangan, Perlukah Tambang Indonesia Lockdown?




Kastrat HITAM UIN Jakarta - Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Virus ini disinyalir pertama kali ditemukan di Wuhan, China. Sampai-sampai sering dianonimkan sebagai Wuhan Virus. Sampai saat ini, tanggal 8 virus ini telah menelan korban jiwa hingga mencapai 83.424 orang.Dengan kasus terkonfirmasi menyentuh angka 1.446.242 kasus. Dan Indonesia sudah menyentuh angka 240 korban jiwa, dengan kasus terkonfirmasi 2.956 orang.

Berbagai tindakan telah diusahakan oleh para pemangku jabatan di 201 negara dunia yang telah terkonfirmasi telah ditemukan kasus COVID-19 di negara terkait. Mulai dari kebijakan social distancing, physical distancing, hingga pembatasan imigrasi dari atau ke negara-negara terjangkit pun telah  digulirkan. Namun raungan berlawanan dengan pantulannya. Virus ini seakan menantang dengan lonjakan kasus yang semakin menjadi-jadi di berbagai negara.

Dampaknya pun mulai terasa di berbagai sendi kehidupan. COVID-19 dengan gagahnya membuat perekonomian dunia mulai merintih, Tiongkok sebagai epicentrum penyebaran COVID-19 di dunia ekonominya mulai merosot menanggung beban COVID-19. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua, merosotnya ekonomi Tiongkok akan berdampak terhadap perekonomian global pada tahun 2020. Hal ini terlihat dari proyeksi yang dilakukan sejumlah lembaga. EIU menurunkan target pertumbuhan ekonomi global dari 2,3% menjadi 2,2%. Sementara Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,4%, turun dari perkiraan sebelumnya 2,5%. Lembaga riset Moody’s Analytics dalam laporan “Coronavirus: The Global Economic Threat” (2020) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal I-2020 (yoy) tergerus hingga 2%. Adapun, setiap 1% penurunan PDB negara ini akan mengurangi perekonomian dunia sebesar 0,4%. 

Dan tentu perekonomian keluarga pun mengalami penurunan, khususnya yang penghasilannya tidak terlalu besar dan penghasilannya yang dibayar harian seperti halnnya, ojek online yang mengalami penurunan pendapat dikarenakan kebijakan social distancing yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia. Sehingga orderan yang mereka dapatkan tidak seperti hari biasanya dimana sebelum menyebarnya virus ini.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia untuk menerapkan social distancing menimbulkan sedikit dampak sosial dikarenakan kebijakan-kebijakan tersebut membuat masyarakat untuk membatasi dalam berinteraksi sosial secara langsung, kebijakan ini membuat sebagian masyarakat merasa gerah dan resah.

Selain dampak yang ditimbulkan dari segi sosial dan ekonomi, dampak ini pun turut dirasakan dalam dunia pertambangan dikarenakan semakin cepatnya virus COVID-19 ini menyebar. Beberapa harga saham di perusahaan-perusaahan mengalami penurunan. Sebagai contoh ialah harga platinum dan paladium turun lebih dari 40% hanya dalam waktu 3 (tiga) minggu. Bidang industri pertambangan pun ikut terseret dalam lingkaran kemeranaan, sebagai contoh tentang apa yang terjadi di negara Peru respons terhadap pandemik dari pemerintah dan pasar telah mengguncang industri pertambangan. Pembatasan yang diberlakukan pada perusahaan pertambangan telah membuat produksi ditutup di beberapa pasar. Alta Zinc telah menghentikan produksi di proyek terbesarnya di Italia bagian utara. Di Mongolia, Rio Tinto menghentikan operasi yang tidak penting setelah diagnosa COVID-19 pertama di negara tersebut. Dan Anglo American sedang dalam proses mendobilisasikan sebagian besar dari 10.000 tenaga kerja konstruksi di proyek tembaga di negara Peru. Dapat juga disaksikan penghentian pertumbuhan capex. Sementara pengeluaran modal untuk 20 perusahaan pertambangan terbesar di dunia tumbuh sebesar 12% pada tahun 2019 hingga mencapai $ 49,1 miliar, Banyak dari proyek dan investasi tertunda.

Walaupun di beberapa dunia menerapkan lockdown atau menutup produksi yang dihasilkan dalam pertambangan tetapi tidak di Indonesia Direktur Utama PT J Resources Asia Pasifik, Tbk (PSAB) Edi Permadi mengatakan kebijakan jaga jarak atau social distancing yang diterapkan pemerintah masih memberi peluang pada tambang untuk beroperasi. Namun, operasional harus dijalankan dengan metodologi safety standard terkait tambahan risiko yang mungkin timbul akibat wabah  corona.

Menurut Edi, terdapat sejumlah pengaturan khusus untuk mengantisipasi penyebaran virus wilayah operasional pertambangan. Aturan itu dimulai saat karyawan berangkat menggunakan bis, pengaturan antri bisnya diberi jarak, masuk ke bis dan di dalam bisnya jumlah penumpang juga dibatasi.Banyak dampak yang ditimbulkan dikarenakan Virus COVID-19 ini. Tetapi dampak yang begitu dirasakan untuk negara dan perusahaan–perusahaan besar, yaitu dari segi pertambangan maka dari itu sebaiknya tidak diperlukan sekali dilakukannya penutupan atau penundaan produksi di pertambangan Indonesia. Pertambangan sebagai penggerak atau pengaruh yang besar di perindustrian jika memang dilakukan lockdown untuk tambang yang berada di Indonesia itu membuat perekonomian semakin menurun bahkan lebih parah, hanya saja harus diperketat dan selalu diawasi dalam penerapan social distancing di site maupun diluar site demi memperlancarnya proses laju produksi yang dihasilkan.

Kesadaran akan pentingnya tindakan preventatif dinilai sebagai sebuah langkah bijak yang terbaik untuk menekan nasib buruk ini terus berlanjut. Peduli akan kebersihan dan kesehatan pribadi masing-masing adalah sebuah langkah kecil yang akan memberikan impact yang besar untuk turut mencegah pandemik ini semakin luas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar